Senin, 23 Maret 2015

LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA
PERCOBAAN IX
KARIOTIPE
NAMA                       : BASRAWATI DAMING
NIM                            : H41113311
KELOMPOK            : V (LIMA) B
HARI/ TANGGAL   : SENIN/ 24 MARET 2014
ASISTEN                   : RISKY NURHIKMAYANI
                                                 



 

















LABORATORIUM GENETIKA JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PNGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Banyak peneliti, bahkan sebelum abad ini untuk menetapkan jumlah kromosom  manusia, tetapi penyelidikan-penyelidikan tersebut terhambat karena teknik yang belum memadai. Tjio dan Levan pada tahun 1956 memperkenalkan metode yang memungkinkan mereka menunjukkan dengan sangat jelas bahwa kromosom diploid manusia adalah 46. Metode yang mereka pakai sekarang dipergunakan secara luas di semua laboratorium genetika (Agus dan Sjafaraenan, 2013).
Berbagai mutasi yang terjadi pada kromosom menyebabkan banyaknya fenotipe yang terlihat. Seringkali muncul kasus yang berhubungan dengan mutasi kromosom tersebut dan menjadi masalah yang tidak dimengerti oleh masyarakat. Pengamatan ini dilakukan untuk mempelajari berbagai kariotipe yang ada pada kromosom.
Kariotipe adalah gambaran kromosom dalam suatu sel dengan berbagai struktur dari masing-masing kromosom tersebut. Kariotipe bisa digunakan untuk mengidentifikasi berbagai kelainan kromosom. Pada penyusunan ditemukan kariotipe klinefelter dan kariotipe perempuan normal
kromosom ialah benda – benda halus berbentuk lurus seperti batang atau bengkokyang terdiri dari zat yang mudah mengikat warna di dalam Nukleus kromosom yang terdapat didalam sel tidak pernah sama ukurannya. Panjang kromosom antara 0,2 hingga 50 µ (mikron), dan diameternya antara 0,2 hingga 20 mikron. Pada manusia panjang kromosom dapat sampai 6 mikron. Kromosom tumbuh – tumbuhan berukuran lebih besar dari pada kromosom hewan. Pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel somatis suatu individu dinamakan kariotipe (Suryo, 1984).
Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai bentuk-bentuk kromosom dan mengetahui cara penyusunan kariotipe, maka dilakukanlah praktikum mengenai kariotipe ini.
I.2 Tujuan Percobaan
                        Tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :
1.       Mengenal kromosom manusia.
2.      Belajar mengatur kromosom manusia dalam bentuk kariotipe dan mengenal kelainan-kelainan yang dijumpai pada kariotipe tersebut.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Pewarisan Kuantitatif  dilaksanakan pada hari Kamis, 27  Maret 2014 pukul 14.00-17.30 WITA di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kromosom berasal dari bahasa Yunani : chroma yang artinya warna dan soma yang berarti badan. Kromosom merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA dan berbagai protein. Kromosom berisi informasi genetik suatu organisme, seperti molekul kelima jenis histon dan faktor transkripsi yang terdapat pada beberapa deret, dan termasuk gen unsur regulator dan sekuens nukleotida (Suryo,  2010).
Kromosom pertama kali diamati oleh Karl Wilhelm von Nageli pada tahun 1842 dan ciri-cirinya dijelaskan dengan detail oleh Walther Flemming (1882). Sedangkan prinsip-prinsip klasik genetika yang merupakan pemikiran deduksi dari Gregor Johann Mendel pada tahun 1865 banyak diabaikan orang. Hingga pada tahun 1902, Walter Sutton dan Theodor Boveri menemukan kesamaan antara perilaku kromosom saat meiosis dengan hukum Mendel dan menarik kesimpulan bahwa kromosom merupakan pembawa gen (Campbell, 1987 ).
Hasil penelitian keduanya dikenal sebagai teori Sutton-Boveri atau teori hereditas kromosom, yang menjadi kontroversi dan perdebatan para pakar genetika kala itu. Pada tahun 1910, Thomas Hunt Morgan berhasil membuktikan bahwa kromosom merupakan pembawa gen. Morgan juga menemukan fungsi dari kromosom dalam pemindahan sifat-sifat genetik. Beberapa ahli lainnya seperti Heitz (1935), Kuwanda (1939), Gritter (1940), Kaufmann (1948) kemudian menyusul memberi keterangan lebih banyak tentang morfologi kromosom (Campbell, 1987 )
Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang kromosom berkisar antara 0,2-50 µ dengan diameter antara 0,2-20 µ. Misalnya kromosom manusia memiliki panjang sampai 6 µ.
Setiap kromosom mempunyai bagian yang menyempit dan tampak lebih terang, disebut sentromer, yang membagi kromosom menjadi dua lengan. Berdasarkan letak sentromer dapat dibedakan menjadi 4 bentuk, yaitu :
  1. Metasentris
Sentromer terletak median (di tengah-tengah kromosom), bentuk kromosom seperti huruf V, terbagi menjadi dua lengan sama panjang.
  1. Submetasentris
Sentromer terletak submedian (ke arah salah satu ujung kromosom), bentuk kromosom seperti huruf J, terbagi menjadi dua lengan tak sama panjang.
  1. Akrosentris
Sentromer terletak subterminal (di dekat ujung kromosom), bentuk kromosom tidak membengkok melainkan tetap lurus seperti batang, satu lengan sangat pendek dan lengan lainnya sangat panjang.
  1. Telosentris
Sentromer terletak di ujung kromosom, kromosom hanya terdiri dari sebuah lengan saja, berbentuk lurus seperti batang.
Seperti halnya dengan kromosom dari individu eukaryotik (individu yang memiliki nukleus sejati). Kromosom manusia dibedakan atas 2 tipe, yaitu :
  1. Autosom
Kromosom yang tidak ada hubungannya dengan penentuan jenis kelamin. Dari 46 kromosom di dalam inti sel tubuh manusia, maka yang 44 buah (atau 22 pasang) merupakan autosom.
  1. Gonosom
Kromosom ini disebut juga dengan kromosom seks, yaitu sepasang kromosom yang menentukan jenis kelamin. Kromosom seks dibedakan atas dua macam : kromosom-X dan kromosom-Y.
Untuk mempelajari kromosom manusia telah digunakan bermacam-macam jaringan, tetapi yang paling umum digunakan adalah kulit, sumsum tulang atau darah perifer.
Penemuan penting dan sangat populer saat ini adalah dengan pembuatan kultur jaringan. Mula-mula diambil 5 cc darah vena. Sel-sel darah dipisahkan, kemudian dibubuhkan pada medium kultur yang mengandung zat phytohaemagglutinin (PHA). Zat lain yang tersisa adalah sel-sel lekosit yang membelah secara mitosis (pembelahnan dihentikan pada stadium metafase). Sel-sel tersebut membesar dan letak kromosom-kromosom menyebar, sehingga bisa dihitung dan dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Langkah berikut adalah memotret letak kromosom-kromosom yang sudah tersebar dengan sebuah kamera yang dipasang pada mikroskop. Kemudian tiap-tiap kromosom pada foto itu digunting, diatur dalam pasangan-pasangan-pasangan mulai dari yang paling besar ke yang paling kecil, sehingga didapatkan 22 pasang autosom dan sepasang kromosom kelamin. Pengaturan kromosom secara standar berdasarkan panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari sel somatis suatu individu dinamakan karyotipe. Karyotipe berasal dari dua kata karyon = inti dan typhos = bentuk. Karyotipe adalah susunan kromosom yang berurutan menurut panjang, jumlah, bentuk dari sel somatis suatu individu.
Kelainan kromosom kerap diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun sebelum bayi dilahirkan atau masih dalam kandungan ibu. Menurut ahli genetika dari Laboratorium Klinik Utama Johar Jakarta, dr. Singgih Widjaja, kelainan kromosom umumnya terjadi saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Namun sebelum ovum dan sperma ini matang, terjadi pembelahan 2 kali yang mengurangi jumlah kromosom dari 46 menjadi 23. Pada pembelahan inilah bisa terjadi gangguan, misal saat pematangan sel telur, salah satu kromosom tidak bisa pisah.
Setelah matang, ovum punya 22 pasang kromosom autosom dan 1 pasang kromosom-X. Sedangkan separuh sperma punya 22 kromosom autosom dan 1 kromosom-Y. Padahal hasil dari pertemuan ovum dan sperma yang dinamakan zigot, bila kelak jadinya perempuan seharusnya punya 44 kromosom autosom dan 1 kromosom-XX. Sedangkan zigot yang menjadi pria punya 44 kromosom autosom dan kromosom-XY.
Dengan demikian, kromosom normal orang tua bisa diturunkan sebagai kromoson normal pada anaknya, namun bisa pula diturunkan abnormal jika pada proses penurunannya ada kelainan atau gangguan.
Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu :
  1. Nondisjunction : ada gangguan dalam pelepasan sepasang kromosom, entah terjadi pada sebagian atau seluruhnya.
  2. Translokasi : terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari pasangan berbeda.
  3. Mosaik : terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot.
  4. Reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom.
Namun yang terberat bila ada bagian kromosom yang hilang atau ditambahkan yang disebut trisomi, atau karena struktur kromosom yang berubah. Dari ketidakseimbangan autosom ini, kelainannya pun macam-macam seperti penjelasan berikut ini.
  • Trisomi 21
Pada kelainan ini, kromosom nomor 21 ada 3 buah, bukan 2 buah seperti seharusnya. Itulah mengapa, kelainan ini sering dikatakan trisomi 21. Dampaknya, bayi yang dilahirkan mengalami mongoloid atau sindrom down.
  • Trisomi 18
Kromosom nomor 18 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom edward, biasanya akan meninggal sesaat setelah lahir.
  • Trisomi 17
Kromosom 17 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan akan meninggal setelah lahir.
  • Trisomi 13
Kromosom 13 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom patau, juga meninggal sesaat setelah lahir.
  • Cat eye syndrome
Pada kasus ini, kromosom 22 hilang sebagian. Bayi yang dilahirkan akan mempunyai kelainan pada bentuk muka dan jantungnya.
Sementara kelainan kromosom seks atau gonosom lebih sedikit dibanding kelainan autosom, yaitu :
  • Sindrom turner
Biasanya terjadi pada wanita, yaitu jumlah kromosomnya ada 45 buah dengan kromosom seksnya cuma 1 X, bukan XX seperti umumnya. Otomatis, anak perempuan yang mengalami sindrom ini tak bisa mentruasi.
  • Sindrom poli-X atau superfemale
Juga terjadi pada wanita. Jumlah kromosomnya 47 XXX. Biasanya anak dengan sindrom ini jadi kurang IQ-nya atau retardasi mental ringan.
  • Sindrom kleinefelter
Biasanya terjadi pada lelaki, yaitu jumlah kromosomnya 47 XXY. Padahal, kromosom lelaki harusnya XY. Jadi, dalam kelainan ini, meski kromosomnya lelaki tapi fisiknya perempuan. Soalnya, ia tak punya uterus atau rahim, hingga ia tak akan bisa mengalami menstruasi apalagi punya anak. Hal ini disebabkan pertumbuhan hormon yang tak bisa ke testis, hingga larinya ke payudara. Jadi, testis biasanya ada tapi kecil. Pun vaginanya sangat kecil dan tidak begitu dalam.
Adapun mereka yang berisiko tinggi dalam terjadinya kelainan kromosom, antara lain:
a)        Orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), yaitu ayah atau ibu yang membawa kelainan kromosom. Misal kromosom yang mengalami translokasi. Mungkin pada mereka tak menjadikan masalah kecacatan karena kromosomnya tetap seimbang. Artinya, translokasinya terjadi karena di nomor tertentu hilang, tapi menempel ke nomor lain. Itulah mengapa untuk mereka tetap bisa normal. Namun tak demikian halnya pada anak-anak mereka, karena yang diturunkan yang jelek itu, maka jatuh ke anaknya bisa tak seimbang. Akibatnya, anaknya cacat.
b)        Pembawa mutasi gen, seperti penderita hemofilia atau anaknya menderita thalasemnia, albino.
c)        Mengalami keguguran berulang kali yang mungkin penyebabnya susunan kromosom tak seimbang.
d)       Memiliki anak dengan kelainan kromosom, hingga perlu diselidiki apakah karena keturunan atau bukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kromosom pada saudara-saudara dan ayah-ibunya.
e)        Memiliki anak retardasi mental/kebodohan tanpa diketahui penyebabnya.
f)         Memiliki anak dengan jenis kelamin diragukan (sex ambigua).
g)        Penderita leukimia dan tumor ganas.
h)        Suami-istri yang mengalami infertilitas.
i)          Wanita dengan manore primer (tak pernah haid); wanita hamil usia di atas 35 tahun.


LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA
PERCOBAAN IV
PEWARISAN KUANTITATIF
NAMA                       : BASRAWATI DAMING
NIM                            : H41113311
KELOMPOK            : V (LIMA) B
HARI/ TANGGAL   : SENIN/ 24 MARET 2014
ASISTEN                   : RISKY NURHIKMAYANI
                                                 
 
















LABORATORIUM GENETIKA JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PNGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Biasanya kita beranggapan bahwa suatu kelas fenotip itu selalu mudah dibedakan dari kelas fenotip yang lain. Misalnya, bunga suatu tanaman ada yang merah dan ada yang putih; warna kulit orang ada yang hitam dan ada yang putih; tubuh orang ada yang tinggi dan ada yang pendek. Akan tetapi bila diperhatikan dengan baik, dalam kenyataannya kelas fenotip tadi tidak dapat dibedakan semudah itu. Sebabnya karena seringkali masih dapat diketahui adanya beberapa variasi di dalam suatu kelas fenotip. Misalnya saja, bunga merah muda. Kulit hitam pada orang ada yang hitam sekali, hitam biasa, sawo matang. Tubuh orang ada yang tinggi sekali, tinggi dan sedang (Suryo, 2010).
Pada tahun  1760, kolreuter melakukan suatu percobaan  dengan menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Dengan membandingkan percobaan kolreuter dan mendel maka dapat ditarik kesimpulan adanya perbedaan yaitu bahwa sifat keturunan yang dikemukakan kolreuter itu ditinjau  secara kuantitatif  artinya sifat keturunan tampak berderajat berdasarkan intensitas dari ekspresi sifat itu. Sedangkan Mendel meninjau sifat keturunan secara kualitatif, yang artinya sifat keturunan itu tammpak ataukah tidak (Suryo, 1984).
Pada tahun 1909, seorang ahli genetika Swedia Nilson Ehle menganalisis hasil pewarisan warna biji gandum terigu  dan berhasil menyumbangkan suatu konsep yang sangat penting dalam genetika. Arti penting dari hasil Nilson Ehle terletak pada faktor bahwa sifat-sifat itu tidak selalu ditentukan oleh pasangan gen berbeda yang berinteraksi menghasilkan suatu fenotip tertentu (Agus, 2014).
  Pewarisan karakter kualitatif mudah dibedakan karena masing-masing
mempunyai populasi yang jauh berbeda. Di lain pihak tertentu ada kelompok antara yang sukar dikategorikan. Kelompok ini mewakili zona transisi diantara kedua sistem pewarisan karakter dan termasuk bentuk antara yang diwariskan karena pengaruh interaksi lingkungan yang memungkinkan adanya sejumlah genotip yang diekspresikan pada bentuk fenotipnya (Agus, 2014).
Oleh sebab itu  untuk menjelaskan perbedaan antara genetika kuantitatif
dan genetika kualitatif  maka dilakukan percobaan  mengenai pewarisan kuantitatif.
I.2 Tujuan Percobaan
                        Tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :
1.        Menjelaskan perbedaan antara genetika kuantitatif dan genetika kualitatif.
2.      Mengetahui cara mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan data penelitian tentang pewarisan kuantitatif.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Pewarisan Kuantitatif  dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Maret 2014 pukul 14.00-17.30 WITA di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mendel mempelajari karakter-karakter yang biasa digolongkan sebagai ini atau itu misalnya warna bunga ungu atau putih. Akan tetapi untuk banyak karakter misalnya warna kulit dan tinggi manusia klasifikasi ini-atau-itu mustahil karena karakter tersebut bervariasi dalam populasi sepanjang suatu kontinum atau kesinambungan (bergradasi). Karakter semacam ini disebut karakter kuantitatif (Campbell, dkk, 2010).
 Salah satu dari kekeliruan dari kegagalan Mendel berasal dari studi tentang pewarisan sifat-sifat yang secara kuantitatif berbeda-beda dengan cara yang kualitatif yang mudah dikenal dan nyata. Namun manusia tidak ada yang tinggi atau pendek, tidak pula berat atau ringan.Banyak sifat berlainan secara kuantitatif yang berlanjut di seluruh populasi (Kimball, dkk., 1983).
Dengan membandingkan hasil percobaan Kölreuter dan Mendel dapatlah ditarik kesimpulan adanya perbedaan sebagai berikut (Suryo, 2010):
Kölreuter : pada waktu menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat didapatkan tanam-tanaman F1 yang semuanya intermedier, sedangkan F2 berupa tanam-tanaman yang memperlihatkan banyak variasi antara kedua tanaman induknya.
Mendel    : pada waktu menyilangkan dua tanaman dengan memperhatikan satu beda sifat didapatkan tanam-tanaman F1 yang semuanya memiliki sifat dominan, sedangkan dalam F2 terdapat keturunan yang memisah dengan perbandingan fenotip 3 : 1.
Jelaslah perbedaannya, yaitu bahwa sifat keturunan yang dikemukakan Kölreuter itu ditinjau secara kuantitatif, artinya sifat keturunan tampak berderajat berdasarkan intensitas dari ekspresi sifat itu. Sedangkan Mendel meninjau sifat keturunan secara kualitatif, artinya sifat keturunan itu tampak atau tidak           (Suryo, 2010).
Mendel mempelajari karakter yang dapat dipisahkan (contoh warna ungu dan warna putih pada bunga) namun banyak karakter yang tidak dapat dipisahkan dengan jelas seperti warna kulit manusia dan tinggi manusia karena karakter ini bervariasi sepanjang continum (memiliki gradasi). Hal tersebut dikatakan sebagai quantitatif characters. Variasi kuantitatif pada umumnya menunjukkan adanya polygenic inheritance, yaitu suatu efek tambahan dari dua atau lebih gen terhadap satu karakter fenotip (kebalikan dari pleiotropy dimana satu gen mempengaruhi beberapa karakter fenotip). Pigmentasi kulit manusia ditentukan oleh paling sedikit tiga gen terpisah yang diwariskan (Campbell, dkk., 2010).
Pada tahun 1908 informasi mengenai pewarisan kuantitatif memberikan pemecahan masalah atas pewarisan sifat tersebut. Ahli genetika asal Swedia Nielsen Ehle, menelaah pewarisan warna biji gandum. Dengan menggunakan metode Mendel, ia menyilangkan galur-galur biji-merah tangkar-murni dengan galur-galur tangkar murni. Keturunannya semua merah, tetapi intensitas warnannya jauh lebih tipis dibandingkan dengan tetua merah  (Kimball, dkk., 1983).
Biasanya kita beranggapan bahwa suatu kelas fenotip itu selalu mudah dibedakan dari kelas fenotip yang lain. Misalnya, bunga suatu tanaman ada yang merah dan ada yang putih, warna kulit orang ada yang hitam dan ada yang putih, tubuh orang ada yang tinggi dan ada yang pendek. Akan tetapi bila diperhatikan dengan baik, dalam kenyataannya kelas fenotip tadi tidak dapat dibedakan semudah itu. Sebabnya karena seringkali masih dapat diketahui adanya beberapa variasi didalam suatu kelas fenotip. Misalnya saja, bunga merah muda.Kulit hitam pada orang ada yang hitam sekali, hitam biasa, sawo matang.Tubuh orang ada yang tinggi sekali, tinggi, sedang (Suryo, 1984).
Perbedaan dasar antara sifat kualitatif dan sifat kuantitatif melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan. Sifat-sifat kuantitatif dapat diatur oleh banyak gen  (mungkin 100 sampai 100 atau lebih), masing-masing berkontribusi terhadap fenotip begitu sedikit sehingga pengaruh-pengaruh individunya tidak dapat dideteksi dengan metode-metode Mendel. Gen-gen yang bersifat demikian disebut poligen (Agus, 2014).
Dibawah ini disajikan ringkasan beberapa perbedaan utama antara genetika kuantitatif dan kualitatif (Stansfield, 1991):
No.
Genetika Kuantitatif
Genetika Kualitatif
1.  
Ciri-ciri dari derajat.
Ciri-ciri dari jenis.
2.  
Variasi kontinu; pengukuran fenotip merupakan suatu spektrum.
Variasi diskontinu; kelas-kelas fenotip yang jelas.
3.  
Pengendalian poligenik; pengaruh gen-gen tunggal terlalu kecil untuk dapat dideteksi.
Gen tunggal memberikan pengaruh yang jelas dapat dibedakan.
4.  
Mempersoalkan suatu populasi organisme yang terdiri dari segala macam perkawinan yang dapat terjadi.
Mempersoalkan perkawinan-perkawinan individu dan keturunannya.
5.  
Analisis statistik memberikan estimasi (perkiraan) parameter-parameter populasi seperti rata-rata dan deviasi standar.
Dianalisis dengan membuat penghitungan-penghitungan dan rasio-rasio.

Beberapa sifat keturunan pada manusia pun diwariskan lewat poligen. Berikut ini ada beberapa contoh  (Suryo, 2010):
1.    Perbedaan pigmentasi kulit
Davenport dan Davenport menemukan pengaruh poligen pada pigmentasi kulit manusia yang memperlihatkan variasi kuantitatif antara warna muda sampai hitam-arang. Bila empat pasang gen yang mengambil peranan, maka untuk mendapatkan anak dengan warna kulit yang ekstrem kemungkinannya  .
2.    Perbedaan tinggi tubuh
Menurut penyelidikan ada 4 pasang gen yang ikut mempengaruhi tinggi tubuh orang. Akan tetapi di sini dapat dibedakan adanya gen-gen dasar (ialah gen-gen yang menentukan tinggi dasar) dinyatakan dengan simbol a, b, c, d dan gen-gen ganda (yaitu gen-gen yang memberi tambahan pada tinggi orang) dinyatakan dengan simbol T (untuk tinggi) dan t (untuk rendah).
3.    Sidik jari
Sidik jari orang merupakan contoh yang indah pula untuk mengetahui peranan poligen.

4.    Bibir sumbing dan celah langit-langit
Kelainan ini pun disebabkan oleh poligen. Di Amerika Serikat terdapat seorang diantara 750 sampai 1000 kelahiran yang memiliki kelainan ini.
5.    Warna mata manusia
Apabila mata manusia diperhatikan dengan baik, tampak bahwa warnanya
berbeda-beda tergantung dari kandung pigmen melanin di dalam iris. Jelaslah berbagai macam warna mata manusia itu disebabkan oleh berperannya poligen.
6.     Hidrosefali
Hidrosefali, yaitu membesarnya kepala karena berisi cairan, tidak selalu genetis. Akan tetapi ada salah satu tipe penyakit hidrosefali yang disebabkan oleh poligen. Sebelum atau segera setelah anak lahir, cairan serebrospinal menggumpal dalam tengkorak dan menyebabkan  kepala menjadi membesar. Biasanya disertai dengan cacat mental dan kebanyakan hidupnya tidak lama.
7.      Diabetes, tekanan darah tinggi, beberapa penyakit jantung, dan intelegensia
Penyakit ini pun di duga disebabkan oleh poligen.








BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
    Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Alat tulis menulis, kuas dan wadah cat air.
III.1.2 Bahan
    Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu koin Rp.500, cat  air dan kertas A4 dan air.
III.2 Cara kerja
Adapun cara kerja  yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Ambil kertas, koin dan pensil, lalu gambar lingkaran diatas kertas tersebut dengan menggunakan koin dan pensil sebanyak 14 lingkaran ( 2 lingkaran untuk parental 1, 1 lingkaran untuk keturunan F1, 2 lingkaran perkawinan antara F1 * F1, dan terakhir 9 lingkaran sebagai hasil keturunan F2).
3.       Untuk kesembilan lingkaran tersebut, diberi nomor secara berurutan mulai dari 1    sampai 9.
4.       Ambil cat air warna hitam dan putih, beri warna pada masing-masing lingkaran betina untuk warna putih dan jantan untuk warna hitam serta pada lingkaran 1  warna putih dan lingkaran 9 hitam.
5.        Campurkan kedua warna, aduk dengan kuas hingga merata, olesi warna tersebut pada keturunan yang dihasilkan di F1 dan pada kolom ke-5.
6.      Untuk ke-9 lingkaran   tadi,     lingkaran   1,    5   dan   9 telah diberi warna (masing-masing putih, abu-abu dan hitam).    Untuk  lingkaran 2, 3, 4, 6, 7,
 dan 8, akan dilakukan percampuran warna sebagai berikut :
a.        Untuk lingkaran ke-3, warnanya didapatkan dari campuran antara lingkaran ke-1 dan lingkaran ke-5 (putih dan abu-abu) dalam wadah yang lain. Untuk lingkaran ke-2, campuran warnanya antara lingkaran ke 1 dan ke 3 dalam wadah yang lain juga. Begitu pun seterusnya, untuk lingkaran yang berikut.
b.      Lingkaran ke-3 dan lingkaran ke-5 hasilnya untuk lingkaran ke-4.
c.      Lingkaran ke-5 dan ke-9 hasilnya adalah untuk lingkaran ke-7.
d.      Lingkaran ke-5 dan ke-7 hasilnya adalah untuk lingkaran ke 6.
e.      Lingkaran ke-7 dan ke-9 hasilnya adalah untuk lingkaran ke-8.
7.     Masing-masing warna yang telah dicampurkan, hasilnya diberikan ke lingkaran yang telah ditentukan di atas.









BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.        Perbedaan mendasar antara sifat kualitatif dengan kuantitatif adalah bahwa sifat kuantitatif ditentukan oleh banyaknya gen (10 sampai lebih 100) disebut poligen. Perbedaan lainnya, sifat kuantitatif sifatnya berupa spektrum, variasi berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan populasi dan dilakukan analisis stastistik. Sedangkan sifat kualitatif sifatnya berupa jenis, variasi tidak berkesinambungan, berkenaan dengan perkawinan individu dan dianalisa dengan menghitung.
2.        Data dikumpulkan berdasarkan kelas genotipnya kemudian dianalisis dengan menggunakan teori pewarisan kuantitatif dan ditafsirkan sesuai dengan hasil persilangan dan rasio yang dihasilkan sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh poligen terhadap pola pewarisannya.
V.2 Saran
            Saran saya sebaiknya percobaan dilakukan dengan teliti sehingga hasil dapat lebih akurat. Selain itu, laboratorium perlu dilengkapai dengan fasilitas yang lebih baik untuk mendukung lancarrnya praktikum.




DAFTAR PUSTAKA
Agus, Rosana. 2014. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas      Hasanudin. Makassar.

Campbell, Neil A. Reece, Jane B. dan Mitchell Lawrence. 2010. Biologi Jilid I Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Kimball, J.W., Tjitrosomo, S.S., Sugiri, N. 1983. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.

Stansfield, William D., 1991. Genetika. Erlangga. Jakarta.

Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada university Press: Yogyakarta.

Suryo. 2010. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.