Senin, 23 Maret 2015

PERCOBAAN XI PENDUGAAN POPULASI SATWA DAN ANALISIS HABITAT SATWA

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN XI
PENDUGAAN POPULASI SATWA DAN ANALISIS HABITAT SATWA

NAMA                       : BASRAWATI DAMING
NIM                            : H41113311
KELOMPOK            : VII (TUJUH) B
HARI/ TANGGAL   : SELASA/ 04 MARET 2014
ASISTEN                   : YULIANI
                                                  SUCI MUSLIMAH




 

















LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PNGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Satwa atau disebut juga hewan, binatang dan fauna adalah kelompok organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan (kingdom) Animalia atau Metazoa. Hewan atau satwa, diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar yaitu hewan bertulang belakang (vertebrata) dan binatang tanpa tulang belakang (avertebrata atau invertebrata). Indonesia mempunyai keanekaragaman fauna yang sangat tinggi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia nomor satu dalam hal kekayaan mamalia (binatang menyusui) yaitu lebih dari 515 jenis dan menjadi habitat dari sekitar 1.539 jenis burung. Selain itu, sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia. Sayangnya, Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa yang terancam punah (Ilyas, 2010).
Kepadatan pupulasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relative. Kepadatan relative dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relative biasanya dinyatakan dalam suatu  bentuk persentase (Suin, 1989)
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui  cara atau metode pendugaan kepadatan populasi satwa dan mengetahui habitat satwa tersebut.

I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1.      Mempelajari cara melakukan sensus satwa liar yang  ada di habitatnya dengan metode line transects dan  poin count.
2.      Melakukan pengamatan dan mengestimasi kepadatan populasi satwa di habitatnya.
3.      Mengetahui tipe-tipe habitat satwa dan karakteristik habitat dan pengaruhnya terhadap populasi satwa.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Pendugaan Populasi Satwa dan Analisis Habitat Satwa dilakukan pada hari selasa, 18 April 2014, pada pukul 14.00-16.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel dilaksanakan pada hari sebtu, 18 April 2014  pukul 06.00-07.30 WITA dan pukul 16.00-17.30  WITA bertempat di Pascasarjana sampai di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia bahkan oleh pakar dunia dikatakan sejajar dengan negara Brasil di benua Amerika dan Zaire di benua Afrika. Apabila ketiga negara disatukan maka jumlah keanekaragaman hayatinya lebih dari 50% dari kekayaan dunia. Keanekaragaman yang ada seperti satwa liar merupakan aset negara indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan salah satu mata rantai penting yang saling berkaitan antara ekosistem satu dengan ekosistem yang lain (Wanggai, 2009).
Keanekaragaman hayati Indonesia memiliki 10%  tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibi, 17%  burung, 25% ikan dan 15% serangga. Dalam dunia satwa Indonesia juga mempunyai tingkat endemisitas yang cukup istimewa, sekitar 500-600 jenis mamalia besar, 36% endemik; 35 jenis primata, 25% endemik; 78 jenis paruh bengkok, 40% endemik; dan dari 212 jenis kupu-kupu, 44% endemik.  Keanekaragaman hayati Indonesia inilah yang saat ini hampir menyamai dengan Brazil dan Kolombia yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya (Hidhayat, 2005).
 Pada tahun 2003, World Conservation Union mencatat 147 spesies mamalia, 114 burung,  91 ikan dan 2 invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang terancam punah Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Ilyas,  2010).
Ekologi Satwa adalah cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari interaksi antara satwa dengan lingkungannya, yang menentukan sebaran (distribusi) dan kelimpahan satwa-satwa. Lingkungan tersebut adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.        Sasaran utama ekologi satwa adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistemnya dalam mempertahankan keberadaannya. Ekologi satwa bagi manusia cukup penting artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia  (Naughton, 1973).
Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota populasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan. Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (kerapatan spesifik). Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa persatuan ruang habitat. Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan nisbi suatu populasi (Southwood, 1971).
Cara untuk mengetahui jumlah atau kepadatan populasi dapat dilakukan dengan banyak metode tergantung dengan keadaan sekitarnya. Salah satu metode yang paling akurat untuk mengetahui kepadatan populasi di suatu wilayah adalah dengan melakukan sensus. Tetapi kendala dari diadakannya sensus adalah lokasi penelitian. Misalnya jika penghitungan sensus dengan lokasinya berada di hutan terbuka dengan hewan liar seperti ular yang akan dihitung kerapatan populasinya. Pergerakan hewan yang akan dihitung juga mempengaruhi keakuratan sensus (Zulkifli, 1996).
Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar  (Ilyas,  2010) yaitu :    
1. Mempertahankan keanekaragaman spesies.           
2. Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan        
Perhitungan populasi baik untuk hewan maupun tumbuhan dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung yaitu dengan perkiraan besarnya populasi sedemikian rupa sesuai dengan sifat hewan atau tumbuhan yang akan dihitung. Misalnya untuk menghitung sampling populasi rumput di padang rumput dapat digunakan metode kuadarat rumput, untuk hewan-hewan besar dapat dilakukan dengan metode track count atau fecal count, sedangkan untuk hewan yang relatif mudah ditangkap misalnya tikus, belalang atau burung dapat diperkirakan populasinya dengan metode capture mark release recapture (CMRR) (Southwood,1971).
Adapun manfaat pengelolaan satwa (Susanto, 2000) yaitu :
1.   Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar adalalah :
Mempertahankan keanekaragaman spesies.
2.    Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan.
Pengelolaan satwa liar merupakan kegiatan manusia dalam mengatur populasi dan habitatnya serta interaksi antara keduanya untuk mencapai keadaan yang sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengelolaan satwa liar sebagai ilmu yang mengatur satwa liar beserta habitatnya agar diperoleh keadaan populasi yang lestari.
Populasi satwa liar selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti fluktuasi lingkungannya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi (parameter).
1. Angka kelahiran
Angka kelahiran, disebut juga potensi perkembangbiakan yang nilainya ditentukan oleh faktor-faktor : perbandingan komposisi kelamin dan kebiasaan kawin.
2. Angka kematian
Angka kematian adalah jumlah kematian individu dalam suatu populasi untuk suatu periode waktu tertentu, hal ini disebabkan oleh faktor : faktor yang secara langsung dapat mematikan/mengurangi populasi satwa seperti pemangsaan, perburuan, penyakit kelaparan dan kecelakaan dan lain-lain.
3. Kepadatan populasi
4. Struktur umur dan struktur kelamin
Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Fosil tertua burung ditemukan di Jerman dan dikenal sebagai Archaeopteryx. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 – 10.200 spesies burung di seluruh dunia; sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia. Berbagai jenis burung ini secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas Aves. Burung adalah salah satu jenis sawta yang terdapat di Indonesia, khususnya di kawasan hutan (Ilyas, 2008).
Seni mengamati burung adalah pada kesabaran dan daya tahan fisik kita. Tujuan kita mengamati burung adalah untuk mengenal jenis-jenis burung dan kehidupannya antara lain ciri-ciri tubuh, habitat tempat tinggal dan tingkah laku serta gerak geriknya. Burung adalah hewan yang aktif, riang  dan tak kenal diam  maka sangat sulit bagi kita untuk mengamati tanpa merekam atau mencatat hal-hal yang telah dilihat (Ilyas, 2008).






















BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat tulis menulis dan stopwatch (Handphone).

III.2 Bahan
Bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah satwa liar berupa primata, burung dan hewan herbivore sebagai sampel yang akan di amati.

III.3 Metode Percobaan
III.3.1 Prosedur Kerja di Lapangan
A.     Metode IPA (Index Point  of Abudance)
Cara kerja pada percobaan ini adalah :
1.      Pertama, areal yang akan diamati populasinya ditentukan, kemudian dilakukan penghitungan dan pengamatan  hewan burung pada lokasi tersebut.
2.     Pada percobaan ini yang akan diperhatikan populasinya adalah burung sehingga perhitungan dilakukan dengan cara menghitung burung yang lewat dan mengenal dari suaranya.
3.  Pengamatan dan pencatatan dilakukan di sekitar Pascasarjana  Universitas Hasanuddin.
4.    Di catat nama burung yang telah diketahui jenis dan suaranya.

B. Metode Line-Transect
Cara kerja pada percobaan ini adalah :
1.         Pertama, areal yang akan diamati populasinya ditentukan, kemudian dilakukan
 penghitungan dan pengamatan  hewan burung pada lokasi tersebut.
2.   Pengamatan dilakukan dengan cara berjalan di sepanjang daerah yang telah ditentukan.
3.    Di catat jenis dan jumlah burung yang ditemukan di sepanjang daerah tersebut.

III.3.2 Prosedur Percobaan di Laboratorium
A.    Metode IPA (Index Point of Abudance)
Cara kerja pada percobaan ini adalah :
Dilakukan perhitungan pendugaan populasi satwa berdasarkan yang telah diperoleh dilapangan dengan menggunakan Metode IPA  dengan rumus :
 P Aj = 
Keterangan :
P Aj = Kelimpahan populasi pada titik pengamatan ke-j (individu/km²)
Xi    = Jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-1 selama periode tertentu
r    = Luas plot (lingkaran =
B.     Metode Line Transect
Cara kerja pada percobaan ini adalah :
Dilakukan perhitungan pendugaan populasi satwa berdasarkan yang telah diperoleh dilapangan dengan menggunakan Metode Line Transect dengan rumus:
P = D.A
D = 
Dj =      

Keterangan:
D = Kepadatan populasi
P = Populasi dugaan (individu)
A = Luas wilayah pengamatan (km²)
Xi = Jumlah individu pada kontak ke-1
Lj = panjang transect jalur
dj = rata-rata lebar kiri atau kanan jalur ke-j (m)


















BAB IV
HASIL DAN PEMABAHASAN
IV. 1 Hasil
IV.1. 1 Tabel Pengamatan Metode IPA (Index Point of Abudance) Pagi Hari

No
Nama Jenis Species
Family
Jumlah
Jarak Pengamatan (meter)
1
Suara (Burung Cekakak)

20
2
Burung Gereja

2
20
3
Burung Pipit

4
20
4
Burung Pipit

1
30
5
Burung Pipit

2
30
6
Burung Pipit

3
15
7
Burung Pipit

2
20
8
Burung Pipit

2
20
9
Burung Layang

1
20
10
Burung Pipit

3
15
11
Burung Layang

1
30
12
Burung Layang

1
35
13
Burung Kekep

1
20
14
Burung Pipit

2
15
15
Burung Layang

2
20
16
Burung Cekakak

1
15
17
Burung Layang

1
25
18
Burung Pipit

2
10
19
Burung Layang

1
20
20
Burung Pipit

1
15
21
Burung Cui-Cui

1
15
22
Burung Cui-Cui

2
15
23
Burung Cui-Cui (Di pohon jati)

2
10
24
Burung Layang

1
20
25
Burung Layang

2
20
26
Burung Layang

1
20
27
Burung Pipit

2
25
28
Burung Gereja

1
20
29
Burung Layang

2
15
30
Burung Pipit

1
20
31
Burung Cui-Cui

1
15
32
Burung Gereja

1
15
33
Burung Layang

1
25
34
Burung Layang

2
30
35
Burung Layang

1
15
36
Burung Merpati

1
20
37
Burung Cui-Cui

5
25
38
Burung Kutilang

2
20
39
Burung Layang

1
30
40
Burung Layang

2
25
41
Burung Layang

1
25
42
Burung Layang

1
15
43
Burung Pipit

2
15
45
Burung Layang

1
20
46
Burung Kutilang

2
15
47
Burung Cui-Cui

1
20
48
Burung Layang

3
15
49
Burung Cui-Cui

2
15
50
Burung Cui-Cui

1
15
51
Burung Layang

1
25
52
Burung Gereja

2
15
53
Burung Layang

2
15
54
Burung Gereja

2
15
55
Bangau Hitam

2
30
56
Bangau Putih

2
30
57
Burung Pipit

1
15
58
Burung Layang

2
30
59
Burung Cui-Cui

1
15
60
Burung Layang

1
25
61
Burung Layang

3
20
62
Burung Cui-Cui

1
15
63
Burung Layang

1
20
64
Burung Layang

1
20
65
Burung Layang

3
20
66
Burung Layang

1
20
67
Suara (Burung Cekakak)

15
68
Burung Layang

1
15
69
Burung Layang

2
10
70
Burung Cui-Cui

1
20
71
Burung Gereja

1
20
72
Burung Cui-Cui

1
25
73
Burung Layang

1
25

IV.1. 2 Tabel Pengamatan Metode IPA (Index Point of Abudance) Sore Hari

No
Nama Jenis Species
Family
Jumlah
Jarak Pengamatan
1
Bangau Hitam

1
15
2
Burung Layang

1
20
3
Burung Layang

2
25
4
Burung Layang

4
20
5
Burung Cui-Cui

1
25
6
Burung Cui-Cui

1
25
7
Burung Layang

1
25
8
Burung Layang

2
15
9
Burung Layang

1
15
10
Burung Cui-Cui

1
20
11
Burung Gereja

3
15
12
Burung Cui-Cui

4
20
13
Burung Layang

1
15
14
Burung Layang

1
15
15
Burung Layang

2
15
16
Burung Layang

22
25
17
Burung Layang

9
15
18
Burung Layang

1
15
19
Burung Layang

6
15
20
Burung Gereja

1
15
21
Burung Layang

1
20
22
Burung Cui-Cui

2
25
23
Burung Layang

1
20
24
Burung Layang

2
15
25
Burung Layang

3
25
26
Burung Layang

1
25
27
Burung Layang

3
15
28
Burung Cui-Cui

2
15
29
Burung Kekep

1
20
30
Burung Gereja

1
15
31
Burung Pipit

1
20
32
Burung Layang

5
15
33
Burung Cui-Cui

4
15
34
Burung Pipit

4
15
35
Burung Layang

1
25
36
Burung Layang

1
15
37
Burung Layang

1
10
38
Burung Pipit

1
20
39
Burung Pipit

1
25
40
Burung Layang

2
20
41
Burung Layang

2
30
42
Burung Layang

1
25
43
Burung Layang

1
25
45
Burung Layang

1
15
46
Burung Cui-Cui

1
15
47
Burung Layang

2
20
48
Burung Cui-Cui

1
15
49
Burung Layang

1
20
50
Burung Layang

1
15
51
Burung Layang

1
15
52
Burung Layang

2
15
53
Burung Layang

1
25
54
Burung Layang

3
10
55
Burung Layang

3
15
56
Burung Layang

3
20
57
Burung Layang

2
25
58
Burung Cui-Cui

1
20
59
Burung Layang

2
10
60
Burung Pipit

4
25
61
Burung Layang

3
25
62
Burung Pipit

1
15
63
Burung Layang

2
15
64
Burung Layang

5
20
65
Burung Layang

1
15
66
Burung Layang

3
20
67
Burung Cekakak

2
15
68
Burung Layang

15
15
69
Burung Layang

6
15
70
Burung Layang

6
25
71
Burung Layang

1
15
72
Burung Layang

2
10
73
Burung Kutilang

1
15
74
Burung Gereja

1
20
75
Burung Layang

1
15
76
Burung Layang

5
10
77
Burung Pipit

2
15

  IV.1. 3 Tabel Pengamatan Metode  Line transek  (Transek Garis)

No
Nama Jenis Species
Family
Jumlah
Jarak Pengamatan
Jarak Pengamatan dari Titik 0
1
Sapi

6
10
45 ͦ
2
Kucing

1
5
180 ͦ
3
Burung Gereja

4
5
30 ͦ
4
Burung Layang

2
10
30 ͦ
5
Burung Layang

2
10
45 ͦ
6
Burung Gereja

3
15
90 ͦ
7
Burung Gereja

3
10
45 ͦ
8
Burung Layang

2
10
45 ͦ
9
Burung Cui-Cui

1
20
30 ͦ
10
Burung Cui-Cui

1
20
30 ͦ
11
Kucing

1
30
90 ͦ
12
Burung Pipit

2
9
45 ͦ
13
Burung Gereja

1
10
30 ͦ
14
Burung Layang

1
45
90 ͦ
15
Burung Layang

1
10
45 ͦ
16
Burung Layang

1
10
30 ͦ
17
Burung Layang

2
25
30 ͦ
18
Burung Layang

1
25
30 ͦ
19
Burung Layang

1
10
30 ͦ
20
Burung Layang

2
15
30 ͦ
21
Burung Pipit

1
5
45 ͦ
22
Burung Cui-Cui

3
10
45 ͦ
23
Burung Layang

3
10
90 ͦ
24
Burung Kutilang

3
20
90 ͦ
25
Burung Layang

2
10
30 ͦ
26
Burung Cui-Cui

1
15
45 ͦ
27
Burung Layang

2
15
30 ͦ
28
Burung Layang

1
20
30 ͦ
29
Burung Layang

1
25
30 ͦ
30
Burung Layang

2
15
30 ͦ
31
Burung Kutilang

3
10
90 ͦ
32
Burung Gereja

5
10
90 ͦ
33
Burung Kutilang

1
15
45 ͦ
34
Burung Layang

1
10
45 ͦ
35
Burung Pipit

1
5
30 ͦ
36
Burung Gereja

4
10
30 ͦ
37
Burung Gereja

3
5
30 ͦ
38
Burung Kutilang

3
10
90 ͦ
39
Burung Tekukur

1
7
180 ͦ
40
Burung Kutilang

1
8
90

IV.1. 2 Analisa Data
a.       Metode IPA (Indeks point of abudence) di pagi hari
P Aj = 
P Aj = 
P Aj =   = 0.014
Jadi indeks kepadatan populasinya yaitu 0,014
b.      Metode IPA (Indeks point of abudence) di sore hari
P Aj = 
P Aj = 
P Aj =   = 0,024
Jadi indeks kepadatan populasinya yaitu 0,024
c.       Metode Line transect (Transek garis) di sore hari


P = D.A
   = 8,41 .   50.000
  = 420.500
A = P.L
   = 50. 500           
   = 50.000


D = 
    =
   =
  = 8,41
Jadi indeks kepadatan populasinya yaitu : 8,41
dj =     
    =     
  =
        = 1,53


IV. 2 Pembahasan
Dalam percobaan ini, digunakan dua metode untuk menduga populasi satwa liar di habitatnya di alam. Metode yang digunakan yaitu indeks IPA dan metode Line Transet. Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan metode transek jalur, langkah yang dilakukan pun juga sama dengan metode transek jalur, namun perbedaan mendasar adalah tidak ditentukannya jarak ke kanan dan ke kiri, jarak antara satwa dengan pengamat ditentukan, dan sudut kontak  antara  satwa  yang  terdeteksi  dengan  jalur  pengamatan  harus  di  catat.
Metode Line Transect adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus
 dimana pengamat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa
liar yang dilihat, baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat. Adapun metode IPA merupakan metode pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada habitat yang diteliti kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam tentang waktu tertentu.
            Kedua metode di atas digunakan untuk menghitung pendugaan populasi satwa liar, dimana rumus yang digunakan dengan cara membagi juumlah individu yang didapatkan pada saat pengambilan data dan membaginya dengan luas wilayah pengamatan. Pada metode IPA pada waktu pagi hari diperoleh jumlah individu satwa liar yaitu 8 individu dengan luas wilayah 7.850 m2, sedangkan pada waktu sore hari diperoleh jumlah individu satwa liar sebanyak 8 individu dengan luas wilayah yang sama yaitu 7.850 m2. Sedangkan pada metode Line Transect jumlah individu satwa liar pada sore hari  yaitu 8 individu dengan luas wilayah 50 m2.
            Setelah melakukan perhitungan menggunakan metode IPA dan metode Line Transect maka didapatkan hasil untuk metode IPA pada pagi hari, indeks kelimpahan populasinya yaitu sebesar 0,014, sedangkan pada waktu sore hari sebesar 0,024. Sedangkan pada metode Line Transect pada sore hari indeks kelimpahan populasinya yaitu sebesar 8,41.
            Dari hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua metode yang digunakan serta waktu pengambilan sampel pada waktu pagi dan sore hari. Indeks kelimpahan populasi satwa liar ang didapatkan dengan menggunakan indeks IPA lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan metode Line Transect, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti luas wilayah pengamatan yang lebih kecil maupun letak wilayah yang lebih rindang ataupun lebih terbuka. Adapun perbedaan yang mencolok antara indeks kelimpahan populasi pada waktu pagi dan sore hari dapat disebabkan karena, pada pagi hari, satwa liar cenderung untuk keluar dari sarangnya dan mulai untuk mencari makan, sedangkan pada waktu sore hari satwa-satwa liar berbondong-bondong untuk kembali kesarangnya/rumahnya untuk beristirahat.











BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Dalam percobaan ini, digunakan dua metode untuk menduga populasi satwa liar di habitatnya di alam. Metode yang digunakan yaitu indeks IPA dan metode Line Transet. Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan metode transek jalur, langkah yang dilakukan pun juga sama dengan metode transek jalur, namun perbedaan mendasar adalah tidak ditentukannya jarak ke kanan dan ke kiri, jarak antara satwa dengan pengamat ditentukan, dan sudut kontak  antara  satwa  yang  terdeteksi  dengan  jalur  pengamatan  harus  di  catat.
2.      Pada metode IPA pada waktu pagi hari diperoleh jumlah individu satwa liar yaitu 8 individu dengan luas wilayah 7.850 m2, sedangkan pada waktu sore hari diperoleh jumlah individu satwa liar sebanyak 8 individu dengan luas wilayah yang sama yaitu 7.850 m2. Sedangkan pada metode Line Transect jumlah individu satwa liar pada sore hari  yaitu 8 individu dengan luas wilayah 50 m2. Setelah melakukan perhitungan menggunakan metode IPA dan metode Line Transect maka didapatkan hasil untuk metode IPA pada pagi hari, indeks kelimpahan populasinya yaitu sebesar 0,014, sedangkan pada waktu sore hari sebesar 0,024. Sedangkan pada metode Line Transect pada sore hari indeks kelimpahan populasinya yaitu sebesar 8,41.
3.      Dari hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua metode yang digunakan serta waktu pengambilan sampel pada waktu pagi dan sore hari. Indeks kelimpahan populasi satwa liar ang didapatkan dengan menggunakan indeks IPA lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan metode Line Transect, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti luas wilayah pengamatan yang lebih kecil maupun letak wilayah yang lebih rindang ataupun lebih terbuka.
V.2 Saran
            Dalam melakukan percobaan ini diperlakukan ketelitian dan kecermatan agar percobaan atau hasil percobaannya tidak menyimpang.


















DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, E.B., 1995, Anatomi Tumbuhan Berbiji, Bandung, Institut Teknologi Bandung Press.
Ilyas, 2008, pengamatan-burung, http://garudapala.blogspot.com, Diakses tanggal 29 Maret 2014, pukul 14.00 WITA.
Ilyas, 2010, satwa, http://alamendah.wordpress.com/. Diakses tanggal 29 Maret 2014, pukul 14.00 WITA.
Naughhton, 1973, Ekologi Umum edisi Ke 2, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Suin, N. M., 1989, Ekologi Hewan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta.
Southwood, 1971, Ekologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Susanto, P., 2000, Ekologi Hewan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
            Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Zulkifli, H., 1996, Biologi Lingkungan,  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
            Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Wanggai, F. 2009, Manajemen Hutan, Grasindo, Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar