Senin, 23 Maret 2015

Percobaan imitasi perbandingan sekuensial

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri karena manusia adalah makhluk sosial. Kehidupan organisme di alam bergantung pada kelompok ataupun kelompok yang lain serta lingkungan dimana ia tinggal. Organisme ini hidup dalam sebuah sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesatuan dari seluruh sistem yang ada di alam disebut ekosistem. Ekosistem memperlihatkan adanya interaksi bolak balik antar makhluk hidup dengan alam.
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks atau hubungan bolak-balik antara organisme dengan organisme yang lain juga dengan lingkungannya. Di bumi ini ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi
Suatu ekosistem perairan, mempunyai lima komponen-komponen berdasarkan cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos yang memiliki peranan cukup penting dalam ekosistem perairan. Bentos inilah yang melatarbelakangi percobaan imitasi perbandingan sekuensial dengan alat eickman grab dan ayakan. Yang dimana kita dapat mengetahui bagaimanakah kondisi perairan didanau UNHAS, apakah danau ini terjadi pencemaran yang berat, sedang atau ringan.
Hal diataslah yang mendasari  percobaan imitasi perbandingan sekuensial.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.  Untuk mengetahui indeks keanekaragaman hewan bentos yang ada di danau Universitas Hasanuddin dengan menggunakan indeks perbandingan sekuensial.
2. Mengenalkan dan melatih mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan imitasi perbandingan sekuensial dilakukan pada hari selasa 18 Maret 2014, pukul 14:00 – 17:00 WITA, di Laboratorium Ilmu Lingkungan dan Kelautan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar  dan  pengambilan sampel di danau Universitas Hasanuddin, pada pukul 06:00 – 08:00  WITA.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem ekuatik adalah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan diungguli oleh air (air tawar, laut, payau) yang merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup. Air merupakan bagian yang esensial dan terbesar dari protoplasma, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semua jenis kehidupan sebenarnya bersifat ekuatik. Air mempunyai nilai kepentingan, baik kuantitatif maupun kualitatif bagi organisme hidup. Kepentingan kuantitatif terutama muncul disebabkan oleh kenyataan bahwa air memiliki kombinasi sifat-sifat yang luar biasa dan sifat ternal yang unik. Keunikan sifat-sifat ini merupakan faktor yang penting bagi kehadiran organisme hidup di muka bumi ini. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa air memiliki kombinasi fungsi yang luar biasa bagi kehidupan organisme hidup dibandingkan dengan zat cair manapun (Umar, 2014).
Ekosistem merupakan suatu sistem di alam di mana terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya juga dengan lingkungannya. Ekosostem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada kelengkapan komponennya. Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat (teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik). Di dalam suatu ekosistem perairan terdapat komponen-komponen berdasarkan cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos (Umar, 2014).
            Klasifikasi organisme air tawar menurut modus hidupnya (Umar, 2014) yaitu:
a. Plankton merupakan jasad hidup yang melayang-layang secara pasif di dalam air dan pergerakannya tergantung pada arus (fitoplankton dan zooplankton).
b. Perifiton merupakan jasad nabati maupun hewani yang hidup melekat di batang, daun vegetasi akuatik atau benda-benda yang terdapat di dalam air.
c. Bentos merupakan jasad-jasad nabati dan hewani yang hidup di permukaan dasar permukaan dasar perairan atau di dalam dasar perairan.
d. Nekton merupakan jasad-jasad yang karena kemampuannya berenang dapat berpindah tempat dengan aktif, misalnya ikan, amphibia dan insekta yang dapat berenang.
Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut Cairns, indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau dan laut. Cara ini tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan (Umar, 2014).                                                      
Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organism yang hidup di perairan tidak tercemar. Para ahli biologi perairan, mengmbangkan pengetahuan ini sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).
Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup didasar laut dan cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air            (Odum, 1993).
Hewan bentos yang relative mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos (Odum, 1993).
Makrozoobenthos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitive terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga sedangkan organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit (Odum, 1993).
Hewan bentos relatif hidup menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan dimana akan diketahui seberapa besar pencemaran yang terjadi diperairan tersebut karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya.  Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Dimana bentos terus menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro                   (Odum, 1993).
Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos
berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energy dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan           (Sumarwono, 1980).           
            Struktur komunitas bentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika kimia lingkungan perairan (Setiadi, 1989) yaitu :
1.      Penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air.
2.      Substrat dasar, kendungan unsure kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hydrogen (pH)
3.      Nutrien.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993).
Keberadaan hewan bentos dalam suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotick maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya produsen merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos (Sumarwono, 1980).
Zona litoral memperlihatkan keanekaragaman yang besar dalam kondisi dasar air. Secara beragam, wilayah di bagi lagi berdasarkan hubungan air atau zone pertumbuhan. Biasanya daerah pinggiran atau tepi air sampai batas akar tumbuhan dianggap sebagai zone litoral. Daerah yang memanjang dari batas terendah akar tumbuhan sampai batas penyusupan sinar matahari dikenal sebagai zone sublitoral. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang cukup besar mengenai pendapat dalam pengkelasan zone besar. Setiap zone dalam suatu wilayah litoral memerlukan cara penelitian yang khas dengan menggunakan peralatan yang secanggih mungkin. Berbagai pengambilan sampel telah dirancang atau di buat tergantung pada sumber (Lakitan, 1987).
Ada beberapa alat modern yang digunakan untuk mengambil bentos di permukaan air yaitu  Eickman grab digunakan untuk pengambilan bentos di badan air yang dasarnya berlumpur dan berpasir lunak. Peterson grab digunakan untuk mengambil bentos di perairan yang dasarnya agak keras yang terdiri dari lempung, pasir dan batu. Ponar grab digunakan untuk mengambil bentos di perairan yang agak dalam seperti danau. Prinsip kerja ketiganya sama yaitu grab dibenamkan ke dasar perairan setelah menyentuh dasar grab tersebut ditutup dan contoh subtract dapat terambil (Pratama, 2009).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu ayakan, eickman grab, botol sampel, baskom, kaos tangan, pinset dan baki plastik.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu alkohol dan bentos.
III.2 Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum ini yaitu :
A.    Cara pengambilan sampel menggunakan Mess ayakan:
1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan ini.
2.      Diambil ayakan kemudian dikerutkan kedalam air dan lihat berapa banyak sampel yang terambil.
3.      Diayak sampel tersebut sambil disiram air sehingga lumpur yang terdapat didalamnya akan keluar.
4.      Setelah diayak pindahkan sampel kedalam baskom yang telah diisi air kemudian dipilih yang mana sampel yang masih hidup dan pindahkan ke baskom yang satunya lagi. .
5.      Lakukan pengambilan sampel sebanyak dua kali
6.      Setelah itu masukkan kedalam botol sampel yang telah diberi label.
B.     Cara pengambilan sampel menggunakan eickman grab :
1.      Bukalah kedua belahan pengeruk Eickaman Crab hingga menganga dan kaitkan
kawat penahannya pada tempat   kaitan    yang terdapat pada bagian   atas    alat
tersebut.
2.      Masukkan pengeruk perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
3.      Kemudian tarik tali tegak lurus diatas kepala dan jatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya sehingga kedua belahan Eickman Crab akan menutup dan lumpur serta hewan yang terdapat didasar perairan akan masuk kedalam kerukan tersebut.
4.      Tariklah perlahan-lahan Eickman Crab ke atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom yang sudah disediakan.
5.      Sampel kemudian diayak sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang.
6.      Lakukan pengambilan sebanyak dua kali.
7.      Kemudian masukkan kedalam botol sampel yang telah diberi label







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan untuk Ayakan
AA  B  AA  CC  AAAA  D  C   A
AA  D  AA  DD  A  F  A  DDD  B
AAAAAA   D  AA  DDD  F  A
AAA   DD   AAAAA   DDD   A
A  E   DD   A   D   AA   DD   C   D   A  D

N Specimen  =  70
IV.1.2 Tabel Pengamatan untuk Eickman Crab
AA   BBBB   C  BBB  A  B A  C
EE   A   BBB   A   E AA   BBBB
B  AA   BBBBB   A  B  C  BB
A   BBB   AA   B   A   B   A   CC   E   B   A
F  A   E   F 

 N Specimen  =  60
Klasifikasi Derajat Pencemaran dan Interpretasi Diversitas Komunitas dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial.
Derajat Pencemaran
Diversitas Komunitas (S.C.I)
Belum tercemar
2
Tercemar ringan
1,6 – 2,0
Tercemar sedang
1,0 – 1,5
Tercemar berat
1
IV. 1.2 Analisis Data
A. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk (Ayakan) Mess
N Specimen  =  70
N Run           = 39
N Taksa         = 6
S.C.I (I.P.S) =  
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) = 3,3
B. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk  Eickman grab
N Specimen  =  60
N Run           = 37
N Taksa         = 6
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) = 3,7
IV.2 Pembahasan
Squential Comparison Index (S.C.I) atau Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S) merupakan indeks yang dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem misalnya sungai, kolam, danau  dan laut. Bentos merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran sebab jenis biota laut tersebut hidup di dasar laut
dan bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air. Dalam
percobaan ini digunakan ayakan dan Eickman grab sebagai alat untuk menangkap bentos. Penggunakan ayakan masih terbilang sangat tradisional karena penggunaan alat ini hanya terbatas pada daerah yang agak dangkal. Berbeda dengan Eickman grab bisa digunakan pada kedalaman tertentu.  
                Dalam percobaan ini diperoleh hasil bentos yang menggunakan ayakan lebih banyak dari pada menggunakan Eickman grab. Penggunaan ayakan didapatkan data yaitu jumlah run 39, jumlah spesimen 70, jumlah taksa 6 dan nilai indeks perbandingan sekuensialnya 3,3 sedangkan penggunaan Eickman grab didapatkan data yaitu jumlah run  37, jumlah spesimen 60, jumlah taksa 6 dan nilai indeks perbandingan sekuensialnya 3,7. Dari data yang diperoleh bahwa derajat pencemaran danau Universitas Hasanuddin dengan menggunakan Ayakan yaitu 3,3 tidak tercemar sedangkan derajat pencemaran dengan menggunakan  Eickman grab yaitu 3,7 tidak tercemar.
            Faktor yang menyebabkan banyak tidaknya jumlah bentos di suatu perairan yaitu faktor abiotik maupun biotik. Salah satu faktor biotik adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi bentos dan faktor abiotik adalah sifat fisik-kimiawi air diantaranya adalah suhu, arus, oksigen terlarut, kandungan nitrogen, kedalaman air dan subtrat dasar. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi bentos. Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar.  Karena itu bentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak sehingga dalam percobaan ini diperoleh hasil yang menggunkan ayakan jumlah bentosnya lebih banyak dari pada menggunakan Eickman grab.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Dari hasil percobaan, ditemukan 6  jenis ragam bentos yang ada pada ekosistem danau Universitas Hasanuddin dan indeks perbandingan sekuensial pada eickman grab 3,7 sedangkan ayakan 3,3  hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman bentos di danau tersebut tinggi.
2.    Peralatan yang digunakan pada percobaan yang berhubungan dengan keanekaragaman bentos dalam perairan adalah ayakan (mess), eickman grab, pinset, dan nampan.
V.2 Saran
            Dalam melakukan percobaan ini diperlakukan ketelitian dan kecermatan agar percobaan atau hasil percobaannya tidak menyimpang.









DAFTAR PUSTAKA
Lakitan, B., 1987, Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir, PT Raja  Grafindo Persada, Jakarta

Odum, E., 1993, Dasar-Dasar Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pratama, 2009, Parameter Pertumbuhan Fitoplankton, http://zonaikan.wordpress. Com, diakses pada hari Rabu tanggal 10 Maret 2014 Pukul 16.30 WITA.

Resosoedarmo, 1993. Polusi Domestik dan Kualitas Air,  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumarwono, 1980, Ekologi Perairan, Universitas Padjajaran, Bandung.


Umar, M. R., 2014, Buku penuntun  Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar