BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri
karena manusia adalah makhluk sosial. Kehidupan organisme di alam bergantung
pada kelompok ataupun kelompok yang lain serta lingkungan dimana ia tinggal.
Organisme ini hidup dalam sebuah sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesatuan dari seluruh sistem yang
ada di alam disebut ekosistem. Ekosistem memperlihatkan adanya interaksi bolak
balik antar makhluk hidup dengan alam.
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks atau hubungan
bolak-balik antara organisme dengan organisme yang lain juga dengan
lingkungannya. Di bumi ini ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar
ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan
ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu
tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca.
Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang sedangkan lainnya tumbuhan
biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup
di air tawar pada umumnya telah beradaptasi
Suatu ekosistem perairan, mempunyai lima komponen-komponen berdasarkan
cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu
komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan
adalah bentos yang memiliki peranan cukup penting dalam ekosistem perairan. Bentos
inilah yang melatarbelakangi percobaan imitasi perbandingan sekuensial dengan
alat eickman grab dan ayakan. Yang dimana kita dapat mengetahui bagaimanakah
kondisi perairan didanau UNHAS, apakah danau ini terjadi pencemaran yang berat,
sedang atau ringan.
Hal diataslah yang mendasari percobaan imitasi perbandingan sekuensial.
I.2
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Untuk mengetahui indeks
keanekaragaman hewan bentos yang ada di danau Universitas Hasanuddin dengan
menggunakan indeks perbandingan sekuensial.
2. Mengenalkan dan melatih mahasiswa dalam menggunakan
peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan imitasi perbandingan sekuensial
dilakukan pada hari selasa 18 Maret 2014,
pukul 14:00
– 17:00
WITA, di Laboratorium Ilmu Lingkungan dan Kelautan,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar dan pengambilan sampel di danau Universitas
Hasanuddin, pada pukul 06:00 – 08:00 WITA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem
ekuatik adalah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan
diungguli oleh air (air tawar, laut, payau) yang merupakan habitat dari
berbagai makhluk hidup. Air merupakan bagian yang esensial dan terbesar dari
protoplasma, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semua jenis kehidupan
sebenarnya bersifat ekuatik. Air mempunyai nilai kepentingan, baik kuantitatif
maupun kualitatif bagi organisme hidup. Kepentingan kuantitatif terutama muncul disebabkan oleh kenyataan bahwa air memiliki
kombinasi sifat-sifat yang luar biasa dan sifat ternal yang unik. Keunikan
sifat-sifat ini merupakan faktor yang penting bagi kehadiran organisme hidup di
muka bumi ini. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa air memiliki kombinasi fungsi
yang luar biasa bagi kehidupan organisme hidup dibandingkan dengan zat cair
manapun (Umar, 2014).
Ekosistem merupakan suatu sistem di alam di mana terdapat
hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya juga dengan
lingkungannya. Ekosostem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan
pada kelengkapan komponennya. Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan
menjadi ekosistem darat (teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik). Di
dalam suatu ekosistem perairan terdapat komponen-komponen berdasarkan cara
hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu
komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan
adalah bentos (Umar, 2014).
Klasifikasi
organisme air tawar menurut modus hidupnya (Umar, 2014) yaitu:
a. Plankton merupakan jasad hidup yang
melayang-layang secara pasif di dalam air dan pergerakannya tergantung pada
arus (fitoplankton dan zooplankton).
b. Perifiton merupakan jasad nabati maupun hewani
yang hidup melekat di batang, daun vegetasi akuatik atau benda-benda yang
terdapat di dalam air.
c. Bentos merupakan jasad-jasad nabati dan
hewani yang hidup di permukaan dasar permukaan dasar perairan atau di dalam
dasar perairan.
d. Nekton merupakan jasad-jasad yang
karena kemampuannya berenang dapat berpindah tempat dengan aktif, misalnya
ikan, amphibia dan insekta yang dapat berenang.
Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut
Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut Cairns, indeks ini dapat
memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap
ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau dan laut. Cara ini tidak memerlukan
keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat
menghemat waktu dan pekerjaan (Umar, 2014).
Penggunaan bentos sebagai
indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini
dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme
tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda
dengan jenis-jenis organism yang hidup di perairan tidak tercemar. Para ahli
biologi perairan, mengmbangkan pengetahuan ini sehingga perubahan struktur dan
komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan
indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).
Bentos sering dijadikan uji
parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis
biota laut tersebut hidup didasar laut dan cenderung sangat lambat
pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Bentos sangat sensitif
dan peka terhadap suatu perubahan dalam air (Odum, 1993).
Hewan bentos yang relative mudah
diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis
yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air
dikenal juga dengan istilah makrozoobentos (Odum, 1993).
Makrozoobenthos merupakan hewan yang
sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang
sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran
penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi
material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan
trofik dalam rantai makanan. Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun
bersifat sensitive terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki
kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga sedangkan
organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga
sempit (Odum, 1993).
Hewan bentos relatif hidup menetap, sehingga baik digunakan
sebagai petunjuk kualitas lingkungan dimana akan diketahui seberapa besar
pencemaran yang terjadi diperairan tersebut karena selalu kontak dengan limbah
yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih
mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu.
Dimana bentos terus menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah.
Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap
perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata
makro (Odum, 1993).
Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan,
makrozoobentos
berperan
sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energy dan siklus dari
alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Bentos mempunyai peranan yang
sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan (Sumarwono, 1980).
Struktur komunitas bentos
dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis,
diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing
spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika kimia lingkungan perairan
(Setiadi, 1989) yaitu :
1. Penetrasi cahaya yang berpengaruh
terhadap suhu air.
2.
Substrat dasar, kendungan unsure
kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hydrogen (pH)
3.
Nutrien.
Cahaya matahari merupakan sumber
panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan
air akan menghasilkan panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi
cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan
yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal.
Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta
memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya
peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan
organisme perairan (Odum, 1993).
Keberadaan hewan bentos dalam suatu perairan, sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotick maupun abiotik.
Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya produsen merupakan salah satu sumber
makanan bagi hewan bentos (Sumarwono, 1980).
Zona litoral memperlihatkan keanekaragaman yang besar dalam
kondisi dasar air. Secara beragam, wilayah di bagi lagi berdasarkan hubungan
air atau zone pertumbuhan. Biasanya daerah pinggiran atau tepi air sampai batas
akar tumbuhan dianggap sebagai zone litoral. Daerah yang memanjang dari batas
terendah akar tumbuhan sampai batas penyusupan sinar matahari dikenal sebagai
zone sublitoral. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang cukup besar mengenai
pendapat dalam pengkelasan zone besar. Setiap zone dalam suatu wilayah litoral
memerlukan cara penelitian yang khas dengan menggunakan peralatan yang
secanggih mungkin. Berbagai pengambilan sampel telah dirancang atau di buat
tergantung pada sumber (Lakitan, 1987).
Ada beberapa alat modern yang digunakan untuk mengambil
bentos di permukaan air yaitu Eickman grab digunakan untuk pengambilan
bentos di badan air yang dasarnya berlumpur dan berpasir lunak. Peterson grab
digunakan untuk mengambil bentos di perairan yang dasarnya agak keras yang
terdiri dari lempung, pasir dan batu. Ponar grab digunakan untuk mengambil
bentos di perairan yang agak dalam seperti danau. Prinsip kerja ketiganya sama
yaitu grab dibenamkan ke dasar perairan setelah menyentuh dasar grab tersebut
ditutup dan contoh subtract dapat terambil (Pratama, 2009).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan
ini yaitu ayakan, eickman grab, botol sampel, baskom, kaos tangan, pinset dan
baki plastik.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini yaitu alkohol dan bentos.
III.2 Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum ini yaitu
:
A. Cara pengambilan sampel menggunakan Mess ayakan:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam percobaan ini.
2.
Diambil
ayakan kemudian dikerutkan kedalam air dan lihat berapa banyak sampel yang
terambil.
3.
Diayak
sampel tersebut sambil disiram air sehingga lumpur yang terdapat didalamnya
akan keluar.
4.
Setelah
diayak pindahkan sampel kedalam baskom yang telah diisi air kemudian dipilih
yang mana sampel yang masih hidup dan pindahkan ke baskom yang satunya lagi. .
5.
Lakukan
pengambilan sampel sebanyak dua kali
6.
Setelah
itu masukkan kedalam botol sampel yang telah diberi label.
B. Cara pengambilan sampel menggunakan eickman
grab :
1.
Bukalah
kedua belahan pengeruk Eickaman Crab hingga menganga dan kaitkan
kawat
penahannya pada tempat kaitan yang
terdapat pada bagian atas alat
tersebut.
2.
Masukkan
pengeruk perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
3.
Kemudian
tarik tali tegak lurus diatas kepala dan jatuhkan logam pembeban sepanjang tali
pemegangnya sehingga kedua belahan Eickman Crab akan menutup dan lumpur serta
hewan yang terdapat didasar perairan akan masuk kedalam kerukan tersebut.
4.
Tariklah
perlahan-lahan Eickman Crab ke atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom yang
sudah disediakan.
5.
Sampel
kemudian diayak sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah
dibuang.
6.
Lakukan
pengambilan sebanyak dua kali.
7.
Kemudian
masukkan kedalam botol sampel yang telah diberi label
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan untuk Ayakan
AA B
AA CC AAAA
D C A
AA D
AA DD A
F A DDD
B
AAAAAA D
AA DDD F
A
AAA DD
AAAAA DDD A
A E
DD A D
AA DD C
D A D
|
N
Specimen = 70
IV.1.2 Tabel Pengamatan untuk Eickman
Crab
AA BBBB C
BBB A B A C
EE A
BBB A E AA BBBB
B AA
BBBBB A B
C BB
A BBB AA
B A B
A CC E
B A
F A
E F
|
N Specimen = 60
Klasifikasi Derajat Pencemaran dan Interpretasi Diversitas
Komunitas dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial.
Derajat
Pencemaran
|
Diversitas
Komunitas (S.C.I)
|
Belum
tercemar
|
2
|
Tercemar
ringan
|
1,6
– 2,0
|
Tercemar
sedang
|
1,0
– 1,5
|
Tercemar
berat
|
1
|
IV. 1.2 Analisis Data
A.
Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk (Ayakan) Mess
N
Specimen = 70
N
Run = 39
N Taksa
= 6
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I
(I.P.S) = 3,3
B. Nilai
Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk Eickman
grab
N
Specimen = 60
N
Run = 37
N Taksa
= 6
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) =
S.C.I (I.P.S) = 3,7
IV.2
Pembahasan
Squential Comparison Index (S.C.I) atau Indeks
Perbandingan Sekuensial (I.P.S) merupakan indeks yang dapat memenuhi keperluan
untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem misalnya
sungai, kolam, danau dan laut. Bentos
merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Bentos
sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti
pencemaran sebab jenis biota laut tersebut hidup di dasar laut
dan
bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air. Dalam
percobaan
ini digunakan ayakan dan Eickman grab
sebagai alat untuk menangkap bentos. Penggunakan ayakan masih terbilang sangat
tradisional karena penggunaan alat ini hanya terbatas pada daerah yang agak
dangkal. Berbeda dengan Eickman grab
bisa digunakan pada kedalaman tertentu.
Dalam
percobaan ini diperoleh hasil bentos yang menggunakan ayakan lebih banyak dari
pada menggunakan Eickman grab.
Penggunaan ayakan didapatkan data yaitu jumlah run 39, jumlah spesimen 70,
jumlah taksa 6 dan nilai indeks perbandingan sekuensialnya 3,3 sedangkan
penggunaan Eickman grab didapatkan
data yaitu jumlah run 37, jumlah
spesimen 60, jumlah taksa 6 dan nilai indeks perbandingan sekuensialnya 3,7.
Dari data yang diperoleh bahwa derajat pencemaran danau Universitas Hasanuddin
dengan menggunakan Ayakan yaitu 3,3 tidak tercemar sedangkan derajat pencemaran
dengan menggunakan Eickman grab yaitu 3,7 tidak tercemar.
Faktor
yang menyebabkan banyak tidaknya jumlah bentos di suatu perairan yaitu faktor
abiotik maupun biotik. Salah satu faktor biotik adalah produsen yang merupakan
sumber makanan bagi bentos dan faktor abiotik adalah sifat fisik-kimiawi air
diantaranya adalah suhu, arus, oksigen terlarut, kandungan nitrogen, kedalaman
air dan subtrat dasar. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi
bentos. Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis
dan hidrostatis yang lebih besar. Karena itu bentos yang hidup di
perairan yang dalam ini tidak banyak sehingga dalam percobaan ini diperoleh
hasil yang menggunkan ayakan jumlah bentosnya lebih banyak dari pada
menggunakan Eickman grab.
BAB
V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dari hasil
percobaan, ditemukan 6 jenis ragam
bentos yang ada pada ekosistem danau Universitas Hasanuddin dan indeks
perbandingan sekuensial pada eickman grab
3,7 sedangkan ayakan 3,3 hal ini
menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman bentos di danau tersebut tinggi.
2.
Peralatan yang
digunakan pada percobaan yang berhubungan dengan keanekaragaman bentos dalam
perairan adalah ayakan (mess), eickman grab, pinset, dan nampan.
V.2 Saran
Dalam
melakukan percobaan ini diperlakukan ketelitian dan kecermatan agar percobaan
atau hasil percobaannya tidak menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Lakitan, B., 1987, Bentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Pesisir, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Odum, E., 1993, Dasar-Dasar
Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pratama, 2009, Parameter
Pertumbuhan Fitoplankton, http://zonaikan.wordpress. Com, diakses
pada hari Rabu tanggal 10 Maret 2014 Pukul 16.30 WITA.
Resosoedarmo, 1993. Polusi
Domestik dan Kualitas Air, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sumarwono, 1980, Ekologi Perairan, Universitas
Padjajaran, Bandung.
Umar, M. R., 2014, Buku penuntun Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar